Kamis, 20 Feb 25 14:18 WITA

Kakao Bulungan Kian Berkembang

Tampak Rum Ajang, petani Desa Sajau saat panen kakao. (Istimewa)
by fidcom

POTENSI KAKAO BAGI MASYARAKAT DESA SAJAU

Bulungan, fidcom.id – Sektor perkebunan di Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara (Kaltara) memilki potensi yang besar. Satu di antaranya adalah budidaya kakao, yang dapat ditanam dan dikembangkan di berbagai kawasan khususnya tripoka. Hasil dari budidaya kakao, dapat diolah menjadi produk yang dikenal sebagai cokelat.

Dari segi histori, Bulungan pernah menjadi daerah penghasil kakao yang produktif pada tahun 1980-an hingga awal 2000-an. Namun, pertumbuhannya mengalami tantangan hama yang sulit diantisipasi oleh petani kakao kala itu. Padahal tipikal tanah di Bulungan, sangat potensial untuk pengembangan tanaman kakao tersebut. Apalagi, harga biji kakao semakin baik, dengan nilai pasaran yang cenderung tinggi.

Berangkat dari analisa dan data yang lengkap, hal itu mendorong PT Pesona Khatulistiwa Nusantara (PKN) mengembangkan budidaya kakao di Bulungan. Melalui program pemberdayaannya, perusahaan batubara tersebut melakukan gebrakan dengan melakukan pendampingan di sejumlah desa binaan. Salah satunya di Desa Sajau, Kecamatan Tanjung Palas Timur.

Setidaknya, hingga tahun 2025, sudah 38 petani binaan PT PKN yang mengembangkan kakao di Desa Sajau. Total luasan lahan yang digunakan sebesar 43,7 hektare, dengan jumlah populasi tanaman sebanyak 1.610 pokok.

“Rinciannya dari 38 petani itu, yang sudah produksi ada 24 petani. tanaman yang produktif sebanyak 400 pokok. Adapun sisanya, terdapat 14 petani dengan 615 pokok tanamam kakao yang masih TBM (tanaman belum menghasilkan).Karena memang yang TBM ini masih proses baru dan sedang tanam,” kata Rohman, Local Comudity Organizer (LCO) PT PKN di Desa Sajau.

Pengerjaan yang Lebih Ringan

Budidaya kakao di Desa Sajau terus berkembang, terlebih dengan adanya KIK (kawasan integrasi kakao). Pembibitan di KIK, perwujudan konsistensi perusahaan mendampingi petani. Yakni, dengan ketersediaan bibit unggul hasil kloning, sehingga tersedia entres yang telah diseleksi.

Setidaknya, ada empat jenis kloning benih unggul yang sudah tersertifikasi di KIK Sajau. Terdiri dari Kakao Sulawesi 01, Sulawesi 02, MCC 01 dan MCC 02.

“Kami mempersiapkan distribusi bibit dari KIK kepada petani, setelah petani sudah menyiapkan lubang tanam. Jadi bibit dari kami sebelum diserahkan, kami lakukan kunjungan kebun, termasuk memeriksa kecocokan kebun untuk dijadikan lahan tanaman kakao,” jelas Rohman.

Pengerjaan budidaya kakao saat ini disebut cenderung lebih ringan. Selain sudah ketersediaan bibit unggul, petani juga bisa mengelola tanamannya lewat pendampingan yang maksimal.

Agar memperoleh hasil panen yang baik, perawatan tanaman kakao dilakukan secara berkala. Mulai dari pemupukan hingga pemangkasan ranting, dengan tujuan menghasilkan buah kakao yang berkualitas.
Untuk pemupukan, ada dua metode, yaitu pupuk penetral tanah dan pupuk kimia. Tanah untuk tanaman kakao perlu dinetralkan, supaya menghambat pertumbuhan jamur yang bisa merusak buah kakao.

“Jenis pupuknya adalah dolomit (mengandung kalsium dan magnesium) dihambur di sekitar pokok kakao sebagai penetral. Rata-rata sebanyak 300 gram untuk satu pokok tanaman berbuah dan menghasilkan,” terangnya.

Adapun pupuk kimia, dilakukan setidaknya sekali dalam setahun. Fungsinya untuk merangsang pertumbuhan batang dan daun, sehingga bisa menghasilkan lebih banyak buah kakao.

Selain itu, petani juga melakukan pemangkasan dahan atau tangkai pohon kakao. Proses perawatan tersebut juga tergolong mudah, yang dilakukan tiga tahap. Pertama, sebagai pembentuk yang dilakukan saat tanaman kakao berusia delapan bulan hingga satu tahun.

“Tujuannya supaya struktur tanaman ideal,” sebut salah satu petani binaan PT PKN Desa Sajau, Rum Ajang.

Tahap kedua perawatan tanaman. Pemangkasan ini dilakukan saat usia tanaman di atas satu tahun. Tujuannya agar memberikan ruang tumbuh bagi tunas air atau tunas baru pada tanaman.

“Termasuk kalau ada cabang (dahan) yang rusak juga dipangkas,” sambungnya.

Terakhir, adalah tahap pemangkasan berat yang dilakukan saat tanaman sudah produksi. Tepatnya setelah masa panen, sebelum tumbuh bunga baru. Tujuannya agar calon tunas buah pada tanaman kakao bisa mengacu pada bunga baru yang lebih berkualitas.

“Dengan adanya pemangkasan berat ini, juga berfungsi sebagai pembagian nutrisi ke batang lebih banyak. Karena setelah panen, jika tidak dilakukan pemangkasan, pokok kakao cenderung rimbun dan mudah diserang penyakit karena kelembaban. Untuk itu dilakukan pemangkasan supaya sinar matahari Masuk sampai di tanah atau pohon kakao,” tutur petani yang juga seorang kepala sekolah itu.

Memanfaatkan Teknologi

Keberadaan KIK Desa Sajau dapat membantu petani untuk pengembangan kebun kakao. Pasalnya, ketersediaan bibit unggul bisa dimanfaatkan bagi petani yang ingin memperluas tanaman kakao. Termasuk petani baru yang punya keinginan budidaya kakao.

Diketahui, mekanisme pengembangan pokok kakao di Desa Sajau sebelumnya juga memanfaatkan sistem sambung samping. Khususnya bagi tanaman lokal yang masih tumbuh, namun tidak menghasilkan buah yang baik.

Proses klonisasi dengan cara sambung samping, memanfaatkan batang atau dahan entres yang sudah tersertifikasi. Lalu disambung ke pohon kakao lokal milik petani, sehingga saat tumbuh dan berbuah sudah menghasilkan biji kakao yang berkualitas.

“Memang ada perbedaan antara sambung samping dengan tanam baru. Kalau tanam baru, usia tanaman dalam dua tahun sudah produktif, tapi usia bibit yang ditanam itu sekitar satu tahun. Kalau gagal, tidak bisa lagi diulang, alias harus tanam baru lagi karena entresnya lebih kecil. Kalau sambung samping, itu bagi tanaman lokal, usia batangnya di bawah satu tahun. Umur hasil entres sambung samping itu bisa dua tahun. Kelebihannya, pertumbuhan enteres lebih besar, dan jika gagal bisa sambung samping lagi,” jelas Rum Ajang yang diaminkan oleh Rohman.

Namun demikian, pengolahan kebun kakao kini bisa semakin dimaksimalkan dengan memanfaatkan teknologi. Apalagi, proses klonisasi sambung pucuk yang dilakukan di KIK menghasilkan entres yang unggul. Artinya, bibit yang ditanam baru oleh petani, sangat potensial dengan tingkat kegagalan yang cendering kecil.

Tak hanya itu, perawatan tanaman didampingi oleh tenaga terampil, setani terus mendapatkan edukasi. Pemanfaatan teknologi, diterapkan langsung pada kebun petani yang didampingi oleh PT PKN.

Tiap satu pokok kakao, memiliki Barcode Scanner (pembaca kode batang) yang datanya sudah di-input ke dalam Quick Response Code (QR Code). Barcode scanner dilakukan saat taksasi (bakal calon buah yang akan dipanen), yang di dalamnya sudah terdapat data input untuk jumlah buah masak, jumlah buah mengkal, jumlah buah muda hingga jumlah buah pentil.

“Jadi untuk form data yang di-input itu ada empat fase. Fase pertama buah pentil (butil), fase kedua, buah muda (bunda), fase ketiga buah mengkal (bukal) dan fase keempat buah matang (bujang),” jelas Riyanto, mahasiswa Politeknik Piksi Ganesha, Bandung.

Lanjutnya, bahwa taksasi panen buah kakao dilakukan dua pekan sekali. Proses itu dilakukan agar jelang masa panen, petani sudah mendapatkan data gambaran kondisi buah kakao yang siap panen.

“Kita sudah bisa prediksi berat atau berapa kilo buah kakao saat panen nanti. Kita ambil sampel di setiap kebun. Kita juga bisa hitung waktu panen, termasuk bakal calon buah untuk masa panen berikutnya,” sambung mahasiswa Jurusan Sistem Informasi yang ikut mendampingi petani binaan PT PKN.

Saat masa panen tiba, petani juga tidak perlu kerja berat. Dengan pokok kakao yang cenderung tidak tinggi, petani memetik buah dengan mudah. Lalu dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam wadah menggunakan argo.
Selanjutnya, kakao yang sudah terkumpul keseluruhan, dipecahkan dengan benda tumpul dan bijinya dikeringkan. Setelah kering dan kadar airnya sudah habis, biji kakao dibawa ke stocking point.

“Di situ (stocking point) kita lanjut proses penimbangan. Setelah ditimbang, kami langsung bayarkan ke petani sesuai berat kakao miliknya. Kalau ada petani yang jual biji basah, itu dibawa ke KIK. Di sana terdapat wadah untuk pengeringan, dan saat ditimbang dalam kondisi basah, kami juga langsung bayar ke petani dengan harga berbeda,” beber Rohman menambahkan penjelasan yang disambut senyum oleh Rum Ajang.

Hasil yang Menjanjikan

Budidaya kakao di Kabupaten Bulungan dalam kurun waktu satu dekade terus berkembang. Hal tersebut menarik perhatian sejumlah petani yang memiliki lahan perkebunan. Tidak terkecuali bagi Alam Agan (65 Tahun), warga Desa Sajau yang punya keinginan untuk kembali berkebun kakao.

Menurutnya, saat ini petani di Bulungan memiliki minat untuk mengembangkan kelapa sawit dan kakao. Dua komoditas tersebut sama-sama memiliki nilai jual yang baik.

“Kakao dan sawit sama-sama bagus, karena harga jualnya besar. Tapi bedanya, kalau kakao lebih ringan kerjanya. Panennya juga gampang, jualnya gampang. Apalagi sekarang, dijual kering dan basah juga gampang,” katanya.

Dikemukakan, sebagai petani yang tidak lagi muda, berkebun kakao masih bisa ia lakukan. Terlebih dia sudah punya pengalaman memiliki tanaman kakao pada tahun 2000-an.

“Berkebun kakao cocok bagi kami walaupun sudah lansia (lanjut usia). Karena kerjanya ringan, asal kita rawat dengan baik. Saya juga pernah berkebun kakao sekitar tahun 2003, dan punya lahan seluas 3 hektare,” tuturnya.

Dia memproyeksikan, ke depan perkebunan kakao bisa terus berkembang. Sebab, dari segi lingkungan, tanaman kakao tidak merusak unsur tanah sebagaimana pohon sawit. Apalagi, harga kakao cenderung terus meningkat.
“Kalau kakao kita sendiri yang kerjakan. Misalnya bisa panen sampai satu karung saja sudah bisa menghasilkan jutaan rupiah. Apalagi kakao ini tidak merusak tanah, bahkan semakin banyak kakao tanah semakin bagus,” jelas Alam.

Budidaya kakao, lanjutnya, jika dapat diseriusi, bisa berdampak pada perekonomian masyarakat. Pemanfaatan teknologi, menurutnya semakin menjadikan tanaman yang menghasilkan produk coklat tersebut kian menjanjikan.

“Saya sangat tertarik untuk berkebun kakao. Apalagi kalau ada pendampingan, seperti yang saya dengar ada dari perusahaan PT PKN yang dampingi. Bagus juga itu ada modernisasi, yang penting kami petani ini diberikan pemahaman,” tuturnya.

Alam Agan merupakan satu dari 10 petani yang masuk dalam waiting list warga Sajau yang bakal dibina oleh PT PKN. Ia mengakui, jika selama ini jumlah petani yang membudidayakan kakao belum terlalu banyak. Padahal di desa lain, dia sudah menyaksikan sejumlah petani kakao yang produktif.

“Ini potensi besar. Pekerjaannya tidak terlalu berat, dan sudah dijamin ada yang membeli. Selama ini memang kami juga masyarakat masih kurang informasi soal adanya pendampingan kakao ini. Tapi kalau diberikan kesempatan, tentu dengan senang hati saya akan berkebun kakao,” harapnya. (fid/eco)

Berita Terpopuler

Berita Terkait
Kamis, 17 Juli 2025

KAHMI Minta Kapolda Kaltara Usut Tuntas Dugaan Penyiraman BBM pada Demonstran HMI

#Kaltara
Kamis, 17 Juli 2025

Kabid Humas Klarifikasi Perihal Aksi Mahasiswa Tuntut Kapolda Mundur

#Polda Kaltara
Rabu, 16 Juli 2025

Teknologi Bermanfaat Bagi yang Bijak

Senin, 14 Juli 2025

Kapolda Kaltara Kunjungi Purnawirawan Polri, Wujud Silaturahmi dan Kepedulian Sosial

#Polda Kaltara